Senin, 26 November 2012


PENGASUHAN JANIN DALAM KANDUNGAN

Masalah kesehatan jiwa ibu hamil, bersalin, nifas, dan menyusui memiliki efek yang bermakna terhadap tumbuh kembang anak, khususnya kognitif dan emosi anak. Berbagai masalah mental emosional yang dialami ibu hamil dan nifas akan berpengaruh terhadap janin serta perlakuan ibu terhadap bayi yang dilahirkan, terutama pada saat menyusui dan pengasuhan anak. Jika hormon adrenalin ibu meningkat, hormon adrenalin janin pun akan meningkat. oleh karena itu, sangat penting bagi ibu hamil untuk dapat menjaga kestabilan emosinya supaya tidak merasa cemas berlebih, takut, ataupun stres karena hal ini dapat menyebabkan cacat pada bayi ataupun menjadikan anak mudah stres dalam kehidupannya kelak.
Emosi yang dialami ibu dibawa ke plasenta bayi oleh molekul sehingga mempengaruhi perkembangan otak bayi dan karakter emosi bayi. Stimulasi sejak dalam kandungan, seperti respons sentuhan dan suara dapat menjalin kedekatan emosi ibu dan bayi. Selain itu, juga bisa menetukan hubungan antara anak dan orang tuanya di masa depan. tentu saja, hal ini tidak terlepas dari peran suami dalam ikut menjaga istrinya agar tetap dalam keadaan bahagia. Bukan berarti suami selalu menuruti keinginan sang istri, melainkan berilah perhatian sebelum istri anda meminta.
Seorang anak yang yang mampu menghafal Al-Qur’an pada usia dini, konon karena sang ibu secara konsisten memperdengarkan alunan indah murotal sejak janinnya berusia 1 bulan dalam kandungan. Lalu, ibu yang biasanya malas bergerak saat hamil, kebiasaan malas itu dipelajari dan direspons oleh janin. Jadi, jangan heran jika saat hamil ibu kerap bangun siang, ankanya juga akan begitu kelak. Begitu juga, jika para ibu rajin “berbicara” pada janin menggunkan afirmasi-afirmasi positif, insya Allah kelak anak akan menjadi anak yang cenderung positif perilakunya.
Berabad-abad yang lalu, sebelum para ahli psikologi menyingkap masalah ini, Islam telah lebih dahulu menekankan kepada kita untuk memperhatikan hal tersebut. Rasulullah saw. bersabda, “orang yang sengsara telah sengsara sejak ia berada di perut ibunya dan orang yang berbahagia telah berbahagia sejak ia berada di perut ibunya.”
Maksud dari kebahagiaan dan kesengsaraan semasa di perut ibu adalah bahwa kondisi ibu tersebut menciptakan potensi pada janin untuk menjadi bahagia atau sengsara di masa mendatang. Sebagian penyakit yang diidap ibu juga dapat menular pada anak sehingga ia lahir dengan penyakit bawaan yang ia sandang seumur hidupnya. Dan hal ini merupakan sebagian dari kesengsaraan hidup baginya. Atau sebaliknya, ia lahir sehat walafiat dan kesehatannya itu akan ia bawa selama hidupnya. Hal itu merupakan bagian dari kebahagiaannya.


Narasumber: Bunda Wening, Yogyakarta.

Selasa, 13 November 2012

PENDIDIKAN YANG TERPURUK (Version akhir)

        Pada tulisan sebelumnya sudah dibahas beberapa permasalahan yang mungkin menyebabkan siswa-siswa sekolah kurang berkualitas. Saat ini akan ditelusuri kembali beberapa masalah yang lain penyebab terpuruknya atau terperosoknya pendidikan sekarang yang berdampak kepada siswa.

  1. Kreatifitas guru. Dalam hal ini, berkaitan dengan sarana dan prasarana. Akan tetapi, walaupun sarana terpenuhi dengan baik, jika gurunya tidak kreatif sangat percuma. Fasilitas yang ada tidak terpakai dengan baik, menimbulkan siswa tidak kreatif, sebagaimana yang dicontohkan oleh sang guru. Pernah suatu hari di televisi diberitakan seorang guru di daerah pedalaman hutan yang tidak memiliki fasilitas sama sekali, mampu membuat suasana belajar yang baik dan bahan-bahan yang digunakan untuk menunjang pelajaran didapatkan dari hasil alam yang ada di hutan. Guru seperti ini patut untuk dicontoh, ditengah fasilitas yang sangat minim bahkan nyaris tidak memiliki apapun untuk menunjang belajar siswa, tetapi sang guru mampu menghadapi semua itu dengan kreatifitasnya. Bukankah seharusnya kita malu dengan kejadian ini, hidup di daerah yang sebetulnya mudah untuk memperoleh fasilitas, tetapi tertinggal daya kreatifitasnya hanya karena guru yang tidak kreatif.
  2. Penilaian subjektif. Nilai dapat begitu saja mudah diperoleh, karena sang guru menilai secara subjektif. Jika seorang siswa mampu mengambil hati sang guru sudah pasti sang guru memberikan nilai yang bagus, atau bahkan jika orangtua siswa suka memberikan sesuatu kepada guru, sudah pasti pula si anak akan memperoleh nilai yang sangat baik. Sedangkan untuk siswa yang memang sehari-harinya selama pelajaran terbelakang, sang guru akan memberikan nilai kecil karena menganggap percuma jika harus menghitung-hitung hasil dari ulangan atau tugas harian sudah pasti sang anak tetap saja nilainya kecil. Ini menandakan selama proses berlangsung guru tidak memberi nilai hasil usaha yang diperbuat siswa, guru hanya menilai hasil akhir saja. Dampaknya sang siswa yang rajin meskipun ia lamban dalam penyerapan ilmu tetap akan memperoleh nilai kurang memuaskan. Dampak psikis yang terjadi siswa yang mengalami hal tersebut akan merasa dikucilkan oleh gurunya sendiri dan menjadi anak yang selalu tidak percaya diri.
  3. Sportifitas sekolah. Sudah sekian kali kita mendengar sekolah yang berbuat curang saat diadakannya Ujian Akhir Nasional. Sekolah mengajarkan kecurangan pada siswa-siswanya dengan cara memberikan kunci jawaban yang sudah diperoleh sekolah dari oknum tertentu. Dalam hal ini sulit untuk mengungkapkan siapa yang harus bertanggungjawab, karena bisa terjadi oknum dinas pendidikan tidak luput dari kecurangan ini. Bagaimana bangsa ini ke depannya bisa maju, jika generasi bangsanya sudah diajarkan kecurangan-kecurangan oleh orang-orang yang disebut sebagai Pahlawan Tanpa Tanda Jasa dan beberapa oknum lainnya. Hal tersebut pula yang mungkin menjadikan seseorang kelak yang sudah bekerja menjadi seorang koruptor.
  4. Upah guru. Upah guru di daerah dengan di perkotaan memang tidak sama, apakah ini juga menjadi penyebab tidak berkualitasnya siswa yang dihasilkan?. Dikarenakan upah yang kecil, sehingga tanggungjawab guru sebaga pendidik juga mengecil. Berarti dapat kita katakan bahwa, tanggungjawab guru diukur dari upah yang diberikan. 
  5. Orangtua yang melepas tanggungjawab. Orangtua cenderung menganggap sepenuhnya kehidupan anak berada dibawah tanggungjawab sekolah. Sehingga, banyak orangtua yang tidak perduli dengan perkembangan pendidikan anaknya. Ada beberapa sekolah yang memang memiliki kualitas terbaik dalam pendidikan, tetapi jika orangtua di rumah tidak sepaham dengan guru di sekolah juga mengakibatkan siswa tidak berkualitas. Salah satu contoh, seorang siswa lamban dalam menyerap pelajaran, guru di sekolah berusaha menangani dengan mencari cara agar siswa tersebut tidak terbelakang. Akan tetapi, sesampainya di rumah orangtua merasa cukup bahkan memaklumi kondisi sang anak yang demikian, sehingga orangtua tersebut tidak menekankan metode belajar yang baik di rumah. Hal ini menjadi sia-sia bagi guru dalam merubah kualitas siswa karena tidak mendapat dukungan dari pihak keluarga yang ada di rumah.
Dari kesepuluh permasalahan yang sudah kita telusuri yang mungkin mengakibatkan siswa tidak berkualitas, dapat disimpulkan bahwa sebagian kesalahan terletak di pribadi guru, seperti yang sudah dituliskan, yaitu kekerasan kepada siswa karena pribadi guru yang tidak memiliki kesabaran dalam mendidik, kreatifitas guru dalam mengajar agar siswa tidak merasa jenuh selama menyerap ilmu, dan tanggungjawab yang rendah karena upah yang diterimapun kecil.
Jika kita flash back ke belakang, zaman dahulu upah guru jauh lebih kecil dari sekarang ini. Akan tetapi, rasa sayang dan tanggungjawab sebagai pendidik tidak sekecil upah yang diterima, begitu sabarnya mereka mendidik, mengajarkan, membimbing siswa yang lamban dalam menyerap ilmu. Dahulu kita jarang atau bahkan tidak pernah mendengar adanya kekerasan guru kepada siswa, karena kesabaran mereka sebagai pendidik dan menganggap bahwa siswa mereka adalah anak mereka sendiri yang harus dibina dan dididik segi akhlak maupun keilmuanya secara baik.
Miris rasanya sekarang ini kita melihat banyak kekerasan guru terhadap siswa. Padahal sudah seharusnya guru itu sebagai model dari para siswanya. Siswa pasti meniru hampir semua perilaku guru, karena guru adalah model dan selama di sekolah guru berperan sebagi orangtua siswa. Banyak siswa yang mengidolakan gurunya daripada orangtua kandung mereka sendiri. Itu sebabnya jika seorang guru berperilaku tidak pantas terhadap siswanya, bagaimana siswa-siswa tersebut menjadi pribadi yang baik akhlak dan budi pekertinya. Bahkan bisa dikatakan percuma mereka datang ke sekolah jika tidak mendapatkan pembelajaran yang baik dari guru, efek yang timbul adalah tidak adanya pelajaran yang diingat atau ilmu yang dipelajari mudah pudar dan emosi yang dimiliki siswa juga tidak terkontrol dengan baik. Mungkin emosi inilah yang menyebabkan pelajar sekarang banyak yang terlibat tawuran.
Penyebab lainnya juga berdampak sama dalam menunjang kualitas siswa. Kecurangan-kecurangan sekolah dan sikap orangtua yang acuh tak acuh terhadap anaknya berpengaruh besar terhadap psikologi anak dimasa depannya kelak. Jika tidak sama-sama merubah sifat masing-masing dari kita baik sebagai orangtua, guru maupun pihak lainnya yang mempengaruhi kualitas siswa maka hal ini akan terus berlangsung sampai generasi bangsa ini menjadi terpuruk dan akan menjadi pramuwisma di negeri sendiri.
Akhlak terhadap Orang tua

a. Qawlan Karima (perkataan yang mulia)
Allah Swt. berfirman :
“Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik
kepada Ibu Bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai
umur lanjut dalam pemeliharanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “Ah” dan janganlah kamu membentak mereka
dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia.” (QS. Al Isra’ : 23)
b. Qawlan sadida (perkataan yang benar atau jujur)
Allah Swt. berfirman :
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang
yang seandainya meninggalkan dibelakang
mereka anak-anak yang lemah yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Dan
hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar.” (QS. An Nisa’ : 9)
c. Qawlan ma’rufa (perkataan yang baik)
Allah Swt. berfirman :
Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih
baik dari sedekah yang di iringi dengan sesuatu
yang menyakitkan (perasaan penerima). Allah
Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” 
(QS. Al baqarah : 263)
d. Qawlan baligha (perkataan yang efektif atau keterbukaan)
Allah Swt. berfirman :
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah
mengetahui apa yang didalam hati mereka.
Karena itu, berpalinglah kamu dari mereka dan
berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada
mereka perkataan yang berbekas pada jiwa
mereka.” (QS. An Nisa’: 63)
e. Qawlan layyina (perkataan yang lemah lembut)
Allah Swt. berfirman :
Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya
dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah
mudahan Ia ingat dan takut.” (QS. Thaha : 44)
f. Qawlan maisura (perkataan yang pantas)
Allah Swt. berfirman :
“Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk
memperoleh rahmat dari tuhanmu yang kamu
harapkan, maka katakanlah kepada mereka
ucapan yang pantas.” (QS. Al Isra’: 28)
Seluruh manusia pasti akan menjadi orangtua jika Allah  
SWT menghendaki. pandanglah ke depan bagaimana jika 
kita menjadi orangtua dan diperlakukan buruk oleh 
anak-anak kita nantinya pastinya hal itu tidak ingin terjadi
kepada kita semua, oleh sebab itu perlakukanlah 
orangtua kita dengan baik. Karena, jika kita baik kepada
orangtua Insya Allah kita akan mendapatkan balasan
perilaku yang baik pula dari anak kita kelak, amin ya
rabbal'alamin.



Jumat, 09 November 2012


KEWAJIBAN ANAK TERHADAP ORANGTUA
Rasulullah Saw. bersabda :
Berbuat baiklah kepada Ibumu, Bapakmu,
saudara perempuan dan saudara laki-lakimu,
kemudian orang yang paling dekat denganmu
kemudian seterusnya.”(HR. Nasa’i, Ahmad, dan Al Hakim)
I. Hak Orang tua (Kewajiban anak terhadap Orang tua)
A. Hak Orang tua yang masih hidup
ØMendapat perlakuan yang baik dari anak-anaknya.
Rasulullah Saw. besabda :
Berbuat baiklah kepada kedua Orang tua lebih
utama ketimbang shalat, shadaqoh, puasa, haji,
umroh, dan jihad di jalan Allah.”
 (HR. Abu Ya’la dan Thabrani)
ØMendapat perawatan yang baik dari anak-anaknya hingga maut
   menjemputnya.
Rasulullah Saw. besabda :
Anak tidak dapat membalas kedua Orang
tuanya hingga ia mendapati sebagai budak lalu
membelinya dan memerdekaannya.”
 (HR.Muslim)
B. Hak Orang tua yang telah wafat
Ada Sahabat yang bertanya pada Rasulullah
“Wahai Rasulullah masih adakah kewajiban
untuk berbuat baik kepada Orang tuanya yang telah
wafat ?” Rasulullah bersabda “Ya, mendo’akannya,
memintakan ampunan untuknya, menunaikan
janjinya, menghormati temannya, menyambungkan
kerabat yang tidak dapat disambung oleh Orang tua.”
 (HR. Abu Daud, Abn Hibban, dan Al Hakim)